Minggu, 10 Februari 2013

Pabrik Semen dan Ancaman Ekologis


Diantara sekian banyak manfaatnya, keberadaan pabrik semen dapat menjadi ancaman ekologis yang serius. Mulai dari pengambilan bahan bakunya, proses produksinya, sampai dengan dampak polusi debu yang ditimbulkannya. Kalau toh hingga sekarang belum terasakan, jangan keburu gembira, sebab bahaya ekologis selalu muncul belakangan. Dan ketika kita sudah menyadari bahaya itu, maka roda jaman tak mungkin lagi diputar balik. Bencana ekologis, selalu terjadi akibat keterlambatan menyadari kesalahan.

Ancaman bahaya yang pertama, dapat ditelisik mulai dari bahannya. Karena bahan baku semen sebagian merupakan jenis bebatuan yang tergolong sumberdaya alam yang tidak terbarukan. Eksplorasi yang terus menerus dan berlebihan, pasti akan mengganggu keseimbangan lingkungan. Misalnya, berkurangnya ketersediaan air tanah.
Pelajaran ini dapat dipetik dari kasus yang terjadi di Gombong, Jawa Tengah. Bahan baku semen berupa batu gamping terletak di kawasan gua karst. Kebanyakan penduduk daerah rendah pendapatannya. Pengusaha beranggapan pembangunan pabrik bermanfaat bagi daerah karena mengurangi kemiskinan dan menaikkan pendapatan asli daerah. Tetapi, yang tidak disadari, pembangunan pabrik semen juga merusak gua karst, merusak habitat tempat bersarang burung walet dan kelelawar serta menghancurkan fungsinya sebagai “waduk alam” penyimpan air.

Mantan Menteri Lingkungan Hidup, Emil Salim (Kompas, 05 Juni 2003) mengingatkan pentingnya pembangunan berkelanjutan (sustainable development) yang merajut tiga unsur yang menyatu, yakni sustainabilitas ekonomi, sustainabilitas sosial, dan sustainabilitas ekologi-lingkungan. Agar usaha ekonomi berlanjut, perlu diperhitungkan dampaknya pada keberlanjutan kehidupan masyarakat sosial yang ditopang keberlanjutan fungsi ekologi-lingkungan sebagai sistem penunjang kehidupan makhluk alam.

Unsur ekonomi mencakup ikhtiar memberantas kemiskinan, membuka lapangan kerja, mengembangkan eko-wisata. Unsur sosial memuat penanganan masalah gender dan masalah sosial akibat penutupan penambangan semen setelah bahan bakunya habis. Unsur ekologi-lingkungan meliputi konservasi karst, melestarikan volume dan kualitas air, menggunakan proses dan teknik produksi yang memperkecil pencemaran udara yang berdampak pada pemanasan global, dan mengembangkan produksi semen dengan cara-cara yang ramah lingkungan.

Dari sudut sustainabilitas ekonomi, kehadiran pabrik semen tidak otomatis mengurangi kemiskinan dan membuka lapangan kerja penduduk setempat karena rendahnya tingkat pendidikan rata-rata penduduk lokal sehingga mudah termarginalisasi oleh pendatang. Dari sudut sustainabilitas sosial, perlu dicermati, sejauh mana indeks kesempatan perempuan masuk angkatan kerja dan menduduki jabatan kunci untuk menunjukkan ada tidaknya diskriminasi perempuan. Dari sudut sustainabilitas ekologi-lingkungan, perlu adanya studi amdal yang memperhitungkan fungsi karst sebagai “waduk alam” yang amat penting karena mampu menyimpan air. Kawasan karst bagaikan busa yang menampung dan menyimpan air hujan untuk dialirkan dalam danau, air di bawah kawasan karst, dan sungai sepanjang tahun.

Persoalan berikutnya, ini juga berlaku di Gresik, ketika bahan baku semen nantinya habis, bagaimanakah usaha memelihara keberlanjutan pembangunan kawasan ini sebagai dampak penutupan penambangan bahan baku semen? Perhatikanlah bentangan lahan yang berubah menjadi danau kering, bagaikan lembah yang menganga dan dibiarkan begitu saja ketika tak ada lagi sumberdaya alam yang dapat diambil menjadi bahan baku semen. Mau diapakan jurang buatan ini?

***

Ancaman bahaya yang kedua, menyangkut teknologi. Seiring dengan proses produksi semen, dihasilkan pula gas karbon dioksida (CO2) dalam jumlah yang banyak sehingga sangat mempengaruhi kondisi atmosfer dan mempercepat terjadinya pemanasan global. Misalnya: Meningkatnya suhu udara perkotaan. Menurut International Energy Authority: World Energy Outlook, produksi semen portland menyumbang tujuh persen dari keseluruhan karbon dioksida yang dihasilkan berbagai sumber.

Celakanya, teknologi produksi semen di Indonesia cenderung boros energi dan menimbulkan emisi CO2 yang menyumbang pada kenaikan suhu global. Karena itulah para produsen semen berbagai negara, antara lain Jepang, sudah menerapkan pola produksi blended cement yang bisa menurunkan separuh emisi CO2.

Merujuk pada besarnya sumbangan industri semen terhadap total emisi karbon dioksida, perlu segera dicarikan upaya untuk bisa menekan angka produksi gas yang mencemari lingkungan ini. Tampaknya perbaikan teknologi produksi semen tidak terlalu bisa diharapkan dapat menekan produksi karbon dioksida secara signifikan. Penggantian sejumlah bagian semen dalam proses pembuatan beton, atau secara total menggantinya dengan bahan lain yang lebih ramah lingkungan menjadi pilihan yang lebih menjanjikan. (Djwantoro Hardjito, Sinar Harapan, 29 Oktober 2001)

Yang ketiga, produksi semen juga menimbulkan dampak tersebarnya abu ke udara bebas sehingga mengakibatkan penyakit gangguan pernafasan. Studi kesehatan lingkungan menyebutkan, bahwa debu semen merupakan debu yang sangat berbahaya bagi kesehatan, karena dapat mengakibatkan penyakit sementosis. Oleh karena itu debu semen yang terdapat di udara bebas harus diturunkan kadarnya.

Abdul Rohim Tualeka (FKM Unair) dalam penelitiannya (2003) di desa Sumberarum, Kecamatan Kerek, Tuban, yang menyebutkan bahwa warga desa tersebut sering melihat debu di sekitar lingkungan rumah mereka. Mereka mengalami keluhan sesak saat berjalan, kelainan faal paru dan iritasi mata. Meskipun, Tualeka tidak secara tegas menyebutkan, apakah keluhan-keluhan tersebut disebabkan oleh debu pabrik semen, atau oleh debu udara dalam rumah.

Dari ketiga ancaman ekologis itulah agaknya keberadaan pabrik semen Gresik perlu mengaca diri, melakukan introspeksi dan bersikap terbuka terhadap respon semua pihak. Perlu dilakukan penelitian terus menerus secara berkala untuk mencegah meningkatnya bahaya ekologis dari ketiga sumber ancaman tersebut.

Selama ini pabrik semen Gresik memang menjadi salah satu kebanggaan Jawa Timur karena mampu memberikan pasokan dana pembangunan. Tetapi, sekali lagi, ancaman bahaya ekologis tidak boleh diabaikan begitu saja. Tidak perlu menunggu jeritan korban, atau adanya pengaduan, namun pihak Semen Gresik sendiri harus tanggap dan mengumumkan secara terbuka hasil-hasil penelitiannya selama ini. Itupun, dengan catatan, kalau memang sudah dilakukan. Atau, tidak adakah pihak lain (termasuk pemerintah) yang peduli terhadap adanya ancaman ekologis ini?

Semoga bermanfaat

sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar