Kamis, 21 Maret 2013

Mendaki Gunung Sebuah Tantangan Petualangan


Bagi orang awam, kiprah petualang seperti Pendaki Gunung selalu mengundang pertanyaan klise : mau apa sih ke sana ?. Pertanyaan sederhana, tetapi sering membuat bingung yang ditanya, atau bahkan mengundang rasa kesal. George F Mallory, pendaki gunung terkenal asal Inggris, mungkin cuma kesal saja ketika menjawab : because it is there, karena gunung ada disitu!. Mallory bersama seorang temannya, menghilang di puncak Everest pada tahun 1924.

Rata penuh beragam jawaban boleh muncul, Soe Hok Gie, salah seorang pendiri MAPALA UI, menulisnya dalam sebuah puisi : ” Aku Cinta Padamu Pangrango, Karena Aku cinta Keberanian Hidup ”. Bagi pemuda ini, keberanian hidup itu harus dibayar dengan nyawanya sendiri. Soe Hok Gie tewas bersama seorang temannya Idhan Lubis, tercekik gas beracun dilereng kerucut Mahameru, Gunung Semeru, 16 Desember 1969, dipelukkan seorang sahabatnya, Herman O Lantang.

Pemuda aktif yang sehari-hari terlibat dalam soal-soal pelik di dunia politik ini mungkin menganggap petualangan di gunung sebagai arena untuk melatih keberanian menghadapi hidup. Mungkin pula sebagai pelariannya dari dunia yang digelutinya di kota. Herman O Lantang yakin bahwa sahabatnya itu meninggal dengan senyum dibibir. ” Dia meninggal ditengah sahabat-sahabatnya di alam bebas, jauh dari intrik politik yang kotor ” ujarnya.

Motivasi melakukan kegiatan di alam bebas khususnya mendaki gunung memang bermacam-macam. Manusia mempunyai kebutuhan psikologis seperti halnya kebutuhan-kebutuhan lainnya: kebutuhan akan pengalaman baru, kebutuhan untuk berprestasi, dan kebutuhan untuk diakui oleh masyarakat dan bangsanya. Mendaki gunung adalah salah satu sarana untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu, disadari atau tidak. semua ini sah, tentu saja.

Sebenarnya yang paling mendasar dari semua motivasi itu adalah "rasa ingin tahu" yang menjadi jiwa setiap manusia. Rasa ingin tahu adalah dasar kegiatan mendaki gunung dan petualangan lainnya. Keingin-tahuannya setara dengan rasa ingin tahu seorang bocah, dan inilah yang mendorong keberanian dan ketabahan untuk menghadapi tantangan alam. Tetapi apakah sebenarnya keberanian dan ketabahan itu bagi Pendaki Gunung ?

Peter Boardman, Pendaki Gunung asal Inggris, menjadi jenuh dengan pujian-pujian yang bertubi-tubi, setelah keberhasilannya mencapai Puncak Everest melalui Dinding Barat Daya yang sulit di tahun 1975. Peter Boardman yang kemudian hilang di Punggung Timur Laut Everest tahun 1982 menulis arti Keberanian dan Ketabahan baginya.

”Dibutuhkan lebih banyak keberanian untuk menghadapi kehidupan sehari-hari yang sebenarnya lebih kejam daripada bahaya pendakian yang nyata. Ketabahan dibutuhkan lebih banyak untuk bekerja di kota daripada mendaki gunung yang tinggi.”
Keberanian dan ketabahan yang dibutuhkan ketika mendaki gunung cuma sebagian kecil saja dari hidup kita. Bahaya yang mengancam jauh lebih banyak ada didunia peradaban, di perkotaan ketimbang digunung, hutan, dalam goa, dan dimana saja dialam terbuka.

Di dunia peradaban modern, di kota, begitu banyak masalah yang membutuhkan keberanian dan ketabahan untuk menyelesaikannya. Di gunung, masalah yang kita hadapi hanya satu : ”Bagaimana mencapai puncaknya, lalu turun kembali dengan selamat.”

Seorang psikolog pernah mengatakan, ”bahwa mereka yang menggemari petualangan di alam bebas adalah orang-orang yang mencintai kematian.” Ini pendapat yang salah dan keliru besar. Kenapa ? Mereka yang berpetualang di alam bebas sebenarnya begitu menghargai kehidupan ini. Ada keinginan mereka untuk memberi arti yang lebih bernilai dalam hidup ini. Mereka berpetualang di alam bebas untuk mencari arti hidup yang sebenarnya. Tak berlebihan bila seorang ahli filsafat mengatakan: ” Di dalam hutan dan alam bebas aku merasa menjadi manusia kembali.”

Petualang yang tewas di gunung (kegiatan alam bebas lainnya), bukanlah orang yang mencintai kematian. Kematiannya itu sebenarnya tak berbeda dengan kematian orang lain yang tertabrak mobil di jalan raya atau terbunuh perampok. Yang pasti, Mereka tewas justru dalam usahanya untuk menghargai kehidupan ini. ” Hidup itu harus lebih dari sekedarnya ” tulis Budi Laksmono yang tewas digulung jeram Sungai Alas, Aceh, 1985.

George F. Mallory, Soe Hok Gie, Idhan Lubis, Norman Edwin, Didiek Samsu, Peter Boardman, Budi Laksmono, dan banyak lagi petualang dan penjelajah alam bebas lainnya yang gugur dalam misinya, Mereka semua adalah yang sangat menghargai KEHIDUPAN !

HIDUP ADALAH SOAL, KEBERANIAN, MENGHADAPI YANG TANDA TANYA
TANPA KITA MENAWAR ” TERIMA DAN HADAPILAH ”
Soe Hok Gie

Kami jelaskan apa sebenarnya tujuan kami. Kami katakan bahwa kami adalah manusia-manusia yang tidak percaya pada slogan. Patriotisme tidak mungkin tumbuh dari hipokrisi dan slogan-slogan. Seseorang hanya dapat mencintai sesuatu secara sehat kalau ia mengenal obyeknya. Dan mencintai tanah air Indonesia dapat ditumbuhkan dengan mengenal Indonesia bersama rakyatnya dari dekat. Pertumbuhan jiwa yang sehat dari pemuda harus berarti pula pertumbuhan fisik yang sehat. Karena itulah kami naik gunung.”
(Soe Hok Gie, 1969)

Semoga bermanfaat


Sumber dari Buku Norman Edwin " Mendaki Gunung sebuah tantangan petualangan " tahun 1987.

Rabu, 20 Maret 2013

Bedanya Hiking dan Trekking


Kita sering mendengar istilah "hiking" dan "trekking" di gunakan secara bergantian. Seseorang banyak yang bingung ketika menjelaskan petualangannya masuk yang mana dari 2 kategori tersebut.

Mungkin Anda mendengar rekan Anda merasa bangga dengan trekkingnya mendaki gunung Bromo dan Penanjakan untuk melihat view sempurna pegunungan Tengger. Atau di waktu tertentu Anda mendapatkan tugas dari senior Anda untuk melakukan hiking selama berhari-hari lamanya camping di hutan dengan tujuan membuat jalur baru ke gunung.

Dari pernyataan di atas benarkah mendaki gunung Bromo termasuk ke dalam kategori trekking ??? sementara pembuatan jalur baru ke gunung (penebasan) termasuk kategori hiking ?

Mau tahu apa yang membedakan antara hiking dan trekking ? berikut ulasannya.
Hiking adalah salah satu kegiatan outdoor dimana pelakunya melakukan aktivitas berjalan kaki sebagai kegiatan rekreatif dan olahraga. Biasanya tempat yang di tuju adalah lokasi yang memiliki panorama indah, dengan jalur yang sudah di buat.

Trekking adalah perjalanan panjang dilakukan dengan berjalan kaki di daerah yang biasanya tidak ada sarana transportasi tersedia disana, pada jalur yang belum dipetakan, serta di lingkungan yang menantang, mungkin berbukit atau pegunungan.

Berikut ini perbedaan di antara keduanya

Lokasi

Lokasi tujuan hiking biasanya sudah memiliki jalur yang sudah di buat sebelumnya, bahkan di beberapa spot sudah di bangun papan penunjuk sehingga memudahkan pelakunya, sementara trekking di lakukan di daerah yang sarana transportasi masih belum ada. Contohnya di daerah pegunungan yang memiliki hutan belantara sehingga pandangan kita menjadi terbatas.

Waktu

Waktu yang di butuhkan untuk melakukan hiking tidak terlalu lama bisa tercapai dalam sehari, sementara trekking membutuhkan waktu yang relatif lama, berhari-hari bahkan bisa berminggu-minggu saat melakukan perjalanan. Lamanya waktu dalam trekking di karenakan jalurnya yang panjang maupun pemecahan dalam menghadapi bentuk topografi medannya.

Jarak Tempuh

Jarak tempuh hiking singkat, sementara trekking jarak tempuhnya sangat panjang.

Dari pengertian dan perbedaan ini bisa di simpulkan jika mendaki gunung Bromo merupakan kegiatan hiking, sementara pembuatan jalur bisa di artikan sebagai trekking.

Semoga bermanfaat

Sumber : Artikel dan Gambar dari berbagai sumber di internet

Sabtu, 02 Maret 2013

Tentang Blank 75 (Semeru Death Zone)


Blank 75 adalah istilah yang sering digunakan oleh personal SAR yang sering beroperasi di Semeru untuk menunjukkan suatu lokasi di gugusan lereng Semeru untuk mencari ataupun mengevakuasi korban pendaki yang hilang ataupun tersesat selama pendakian ke Semeru. Dapat dikatakan kawasan Blank 75 adalah “DEATH ZONE”-nya jalur pendakian Semeru. Gambaran medannya adalah lereng berpasir yang jalurnya putus (blank) karena dipisahkan oleh jurang yang dalamnya sekitar 275-100m. Oleh karena itu disebut Blank 75 dan lokasinya yaitu jika kita turun dari puncak Semeru, maka Blank 75 letaknya berada diluar jalur di sebelah kanan arcopodo/kelik (dari arah puncak). Di sekitar batas vegetasi. Dan secara administrative TNBTS terletak di blok Pawon Songo, dusun Pasrujambe, Kabupaten Lumajang. Dimana jalur tersebut dapat menyebabkan pendaki tersesat, mengalami kecelakaan, terperosok ke jurang, tanah yang diinjaknya longsor, dis-orientasi tanpa tahu arah mana terbaik untuk ditempuh, kehabisan air, kehabisan bekal atau kepayahan dsb. Sebetulnya ada jalur lain yang juga berbahaya yaitu jalur pendakian dari arah Selatan Semeru. Dimana jalur tersebut merupakan jalur aliran lahar dan lahar dingin Semeru. Namun karena Jalur Selatan sangat jarang didaki maka fokus sebutan berbahaya dipakai pada area Blank 75.

Berikut ini adalah sedikit informasi tentang Blank 75..
  1. Blank 75 sebenarnya tidak menunjukkan pada 1 titik koordinat tertentu, melainkan istilah Blank 75 itu dipakai untuk menyebut suatu area berbahaya yang cukup luas atau panjang, yang memiliki jurang-jurang dengan berbagai kontur / ketinggian yang semuanya berbahaya. Bagian jurang atau tebing, ketinggiannya mencapai sekitar 75 meter sehingga muncul istilah Blank 75. Bukan hanya dititik itu saja melainkan di titik-titik lain sekitar Blank 75.
  2. Blank 75 sebenarnya bukan jalur pendakian melainkan jalur aliran lahar.
  3. Blank 75 itu areanya berada pada jalur antara Arcopodo atau Cemoro Tunggal kearah Desa Pasrujambe, Kabupaten Lumajang.
  4. Cemoro Tunggal lokasinya disekitar koordinat 49L 711603 mE 9104263 mS
  5. Desa Pasrujambe lokasinya disekitar koordinat 49L 720174 mE 9105136 mS


CARA YANG AMAN MENURUNI GUNUNG SEMERU

Blank 75 merupakan seluruh area saat kita pulang yaitu antara lereng pasir Mahameru (Cemoro Tumbang/Cemoro Tunggal, Arcopodo dan sekitarnya) sampai ke Kalimati atau area vegetasi, semuanya harus diwaspadai karena penuh dengan jalur jebakan yang membuat pendaki rawan mengalami dis-orientasi. Ini dikarenakan selama kita turun, track-nya berbelak-belok, terkadang kita tidak sadar bahwa kita sudah mengambil arah yang salah karena ada banyak persimpangan. Dari Arcopodo kembali ke Kalimati itu sangat membutuhkan kecermatan.

Hanya mereka yang sudah hafal dikepalanya (sudah cukup sering melewati jalur tersebut) atau punya rasa/sense mengenai saat yang tepat harus mulai berbelok ke kiri arah Kalimati. Kalau terlewat, mereka akhirnya akan terbawa pelan- pelan semakin tersesat terlalu kekanan yang cenderung ke arah Lumajang.

Untuk Tim PA yang sudah sering latihan Kompas & Peta. Hal tersebut dapat diterapkan waktu berangkat setelah melewati Ranu Kumbolo, ketika kita berada ditempat terbuka (padang rumput/oro-oro) dimana kita masih bisa melihat puncak dengan sangat jelas, disekitar Kalimati (sebelum mulai memasuki area pepohonan), kemudian ukur bearing/azimuth cemoro tunggal atau lereng pasir sedikit diatasnya. Kemudian waktu pulang memakai patokan kompas menggunakan sudut wayback /kebalikannya. Dilokasi petualangan manapun, jika sudut berangkatnya lebih dari 180 derajat maka wayback-nya tinggal dikurangi 180 derajat. Kalau sudut berangkatnya kurang dari 180 derajat maka pulangnya tinggal ditambahi 180 derajat. Akan makin akurat lagi jika kita mengambil sampling arah kompas berangkat/naik tersebut (antara Kalimati - Cemoro Tumbang atau sedikit diatasnya) beberapa kali dan dicatat. Kemudian wayback-nya tinggal dibalik dengan cara yang sama berselisih 180 derajat.

Jika menggunakan GPS, yaitu dengan meng-ON kan TRACK pada GPS (Mulai Kalimati atau Ranupane sampai kepuncak). Pulangnya mengikuti track baliknya (TRACK BACK) dari puncak sampai Kalimati/Ranupane. Hati-Hati jika meggunakan eTrex karena dibawah canopy pepohonan yang lebat, kurang sensitif. Dan perlu reorientasi ditempat-tempat dimana signal satelit cukup bagus. Jika menggunakan 76 CSx sudah tidak diragukan lagi mengenai keakuratan dan kesensitifan dalam mengeplot sebuah titik-titik koordinatnya. Meskipun menggunakan GPS, jangan lupa tetap menggunakan kompas dan peta.

PINTU MASUK UNTUK TERSESAT DI BLANK 75
  1. Plotkan dipeta kita Titik ke 1 dari pintu Masuk kearah Blank 75, pada koordinat 49L 712918 mE 9105142 mS.
  2. Kemudian Titik ke 2 pada koordinat 49L 713621 mE 9103777 mS.
  3. Tarik garis yang menghubungkan kedua kordinat tersebut. Garis inilah yang disebut sebagai garis pintu masuk ke arah Blank 75. Jangan sampai kita pergi kearah memotong garis ini, sebab kalau kita melewati garis tersebut maka kita sedang tersesat memasuki area Blank 75 !!!

TEKNIK MENCARI PENDAKI YANG TERSESAT BERJALAN KEARAH BLANK 75
(Kearah hutan Tawon Songo, Desa Pasrujambe, Kecamatan Pasrujambe, Kabupaten Lumajang)

Teknik SAR yang paling layak untuk dipakai mencari pendaki yang hilang dikawasan ini yaitu dengan teknik menjemput survivor, dimana lebih cepat, efisien dan lebih menghemat tenaga. Bukan dengan teknik mengikuti route yang telah dilalui pendaki tersebut teknik mengejar survivor. Jadi diusahakan untuk tidak memberatkan tim SAR yang start dari arah Ranupane (kecuali kalau tujuannya mencari disekitar Kalimati dsb). Tim SAR start dari Desa Pasrujambe, Lumajang, dengan menggunakan route ini, maka akan lebih dekat, menghemat waktu dan energi tim SAR mencapai kawasan Blank 75.



Itu sekilas tentang Blank 75 di Semeru semoga bermanfaat. Salam Lestari.

Sumber : Artikel dan Gambar dari berbagai sumber di internet