Sabtu, 26 April 2014

Petani kecil, ketahanan pangan dan lingkungan



Ada 1,4 miliar orang miskin yang hidup dengan kurang dari US 1,25 per hari. Satu miliar dari mereka tinggal di daerah pedesaan dimanapertanian merupakan sumber utama mata pencaharian. ’Revolusihijau’ di bidang pertanian yang melanda sebagian besar negara berkembang selama 1960-an dan 1970-an secara dramatis meningkatkan produktivitas pertanian dan mengurangi kemiskinan.Banyak keuntungan produktivitas yang masih harus dibayar kepadapetani kecil, didukung melalui riset dan penyuluhan. Namun, saat ini mereka dalam kondisi lingkungan dimana tanah terdegradasi dan air tanah habis. Selain itu, dua dekade kurangnya investasi di bidang pertanian, ditambah dengan meningkatnya persaingan untuk tanah dan air, kenaikan harga input dan perubahan iklim, telah menyebabkan petani kecil lebih rentan dan kurang mampu untuk keluar dari kemiskinan.

Namun kemiskinan dan kerusakan lingkungan tidak harus menjadi suatu hasil dari perkembangan modern. Pada suatu waktu ketika adafokus baru pada pertanian dalam konteks pembangunan berkelanjutan, ada kebutuhan dan kesempatan untuk meningkatkan peran petani kecil yang bermain diproduksi pangan dan pengelolaan sumber daya alam.

Laporan ini, dikeluarkan oleh IFAD dan United Nations Environment Programme, bertujuan untuk meningkatkan pemahaman di antara pembuat kebijakan dan praktisi - bersama-sama dengan orang-orangyang mempengaruhi dan membuat keputusan di sektor-sektor bisnis yang relevan dari hubungan antara petani, ketahanan pangan dan lingkungan. Ini mengarah pada kesimpulan bahwa, dengan dukungan yang ditargetkan, petani kecil dapat mengubah lanskap pedesaan dan melepaskan sebuah revolusi pertanian baru dan berkelanjutan.

Pesan utama 1

Petani menjadi bagian penting dari masyarakat pertanian global, namun mereka sering diabaikan.

Petani mengelola lebih dari 80 persen dari sekitar 500 juta peternakan kecil di dunia dan menyediakan lebih dari 80 persen dari makanan yang dikonsumsi di sebagian besar negara berkembang, memberikan kontribusi signifikan terhadap pengurangan kemiskinan dan ketahanan pangan. Peningkatan fragmentasi pemilikan tanah, ditambah dengan berkurangnya dukungan investasi dan marginalisasi pertanian kecil dalam kebijakan ekonomi dan pembangunan, mengancam kontribusi petani, menyebabkan banyak petani semakinrentan.

Pesan utama 2

Produktivitas petani kecil khususnya tergantung pada ekosistem yang berfungsi dengan baik.

Produktivitas pertanian rakyat dan kontribusinya terhadap ekonomi, ketahanan pangan dan pengentasan kemiskinan tergantung pada layanan yang disediakan oleh ekosistem yang berfungsi dengan baik, termasuk kesuburan tanah, suplai air tawar, penyerbukan dan pengendalian hama. Praktik pertanian rakyat, pada gilirannya, mempengaruhi kondisi ekosistem. Dampak tersebut tidak selalu negatif, tetapi kemiskinan dan kebutuhan mendesak dapat mendorong petani untuk menekan ekosistem, misalnya melalui modifikasi habitat, penggunaan berlebih pada air dan nutrisi, dan penggunaan pestisida.

Pesan utama 3

Pertumbuhan produksi pertanian untuk memenuhi peningkatankebutuhan global yang menggunakan praktik pertanian yang berlaku adalah tidak berkelanjutan – transformasi diperlukan.

Kebutuhan pertanian untuk memenuhi pangan populasi yang lebih besar danlebih urban melalui pasar global selama 40 tahun ke depan akan terus tumbuh, menempatkan tekanan tambahan pada lahan yang tersedia dan sumber daya alam lainnya. Praktik saat ini merusak landasan ekologis sistem pangan global karena berlebihan dan efek dari polusi pertanian, sehingga meningkatkan degradasi, mengurangi kemampuan ekosistem untuk menghasilkan hasil yang berkelanjutan dan mengancam akan berdampak negatif terhadapketahanan pangan dan pengentasan kemiskinan. Intensifikasi pertanian berkelanjutan dapat menjadi jawaban untuk peningkatanketahanan pangan, perlindungan lingkungan dan pengurangan kemiskinan.

Kesimpulan

Dengan kondisi yang tepat, petani bisa berada di garis depan daritransformasi di bidang pertanian dunia. Dengan pengalaman kolektifbesar mereka dan pengetahuan yang mendalam tentang kondisi lokal, petani kecil memegang banyak solusi praktis yang dapat membantu pertanian pada pijakan yang lebih berkelanjutan dan adil.Untuk melakukan hal ini, mereka membutuhkan bantuan untuk mengatasi kegagalan pasar dan insentif lain untuk penggunaan lahan yang berkelanjutan, termasuk jaminan kepemilikan lahan, biaya transaksi yang tinggi dan dukungan kelembagaan yang lemah.Tantangan utama adalah untuk mengatasi perbedaan skala antarakeputusan yang dibuat di tingkat petani dan dampak pada skalaekosistem yang lebih besar.

Akhirnya, penelitian lebih lanjut diperlukan dalam bidang berikut:

• Layanan keanekaragaman hayati/ekosistem. Banyak yang harus diketahui tentang hubungan dan dinamika antara komunitas biologis dan layanan yang mereka berikan, termasuk bagaimana hubungan ini berubah dari waktu ke waktu dan bagaimana hal ini mempengaruhi stabilitas dan ketahanan layanan dan produktivitas tanaman.

• Efek sinergis layanan di bawah dan di atas tanah. Hal ini tidak diketahui apakah layanan di bawah dan di atas tanah berkontribusi secara sinergis, atau kontribusi mereka terhadap hasil dan kualitas tanaman.

• Pengaruh penggunaan lahan pada komunitas biologis. Untuk keberhasilan pengelolaan beberapa layanan, diperlukan informasi lain tentang bagaimana penggunaan lahan dan faktor lingkungan lain yang mempengaruhi distribusi, kelimpahan dan komposisi komunitas organisme yang berkontribusi terhadap produksi tanaman.

• Perubahan iklim dan produktivitas pertanian. Pemahaman harus diperdalam dari dampak perubahan iklim terhadap hasil pertanian,praktik tanam, penyebaran penyakit tanaman, tahan penyakit dan pengembangan irigasi.

• Ekonomi intensifikasi berkelanjutan. Layanan ekosistem untuk menjadi bagian integral dari pertanian , wawasan lebih lanjut diperlukan tentang manfaat ekonomi dan biaya yang terkait dengan intensifikasi ekologis.

• Ekonomi pertanian multifungsi. Lanskap pertanian memberikan layanan selain produksi tanaman, seperti iklim dan pengaturan airserta konservasi keanekaragaman hayati , banyak yang memberikan manfaat pada skala regional atau global. ‘Pertanian multifungsi’ muncul sebagai topik penelitian yang penting untuk mengukur manfaat dan mengusulkan strategi untuk mendorong petani dan pengelola lahan untuk mendukung mereka .

• Biaya transformasi . Biaya kegagalan diidentifikasi dalam laporan ini, investasi yang diperlukan untuk mencapai transformasi yang diusulkan di tingkat global, ekonomi lebih hijau berpusat pada petani kecil, dan manfaat yang dihasilkan harus diukur. Ekonomi untuk Ekosistem dan Keanekaragaman Hayati (The Economics for Ecosystems and Biodiversity-TEEB) bagi inisiatif pertanian memberikan ruang lingkup untuk jenis penilaian.

Semoga bermanfaat

Sumber : Artikel dan Gambar dari berbagai sumber di internet

Minggu, 20 April 2014

Catatan Perjalanan Gunung Lawu (Cemoro Sewu) Juli 2011

Salam Rimba ...

Sudah lebih 10 tahun Aku vakum dari dunia pendakian gunung dikarenakan lagi sibuk di dunia kerja dan keluarga. Terakhir kali tahun 2001 mendaki Gunung Buthak di sekitaran Kabupaten Malang waktu Aku masih kuliah di Kota Malang. Entah mengapa di awal-awal tahun 2011 keinginan mendaki gunung begitu kuat tumbuh kembali di benak kepalaku ini. Keinginan yang terus menggebu-gebu langsung kuutarakan pada Istriku yang dulunya juga sama-sama suka mendaki gunung. Mungkin memang sama sama sehobi kali, keinginanku langsung disetujuinya dan Dia juga pengen ikut serta.

Memasuki Bulan Juli 2011 kubuat rencana perjalanan ke Gunung Lawu, dan setelah melengkapi segala peralatan dan persiapan yang matang segera perjalanan kangen aroma gunung dimulai.
Minggu ketiga masih dibulan Juli 2011 Aku, istriku dan temanku akhirnya mendaki Gunung Lawu lewat jalur Cemoro Sewu. 

Gunung Lawu yang mempunyai ketinggian 3265 MDPL berada di wilayah perbatasan antara Jawa Timur (Magetan) dan Jawa Tengah (Karanganyar). Bagi masyarakat Jawa, Gunung Lawu adalah tempat yang paling dikramatkan. Banyak petilasan dan makam makam peninggalan kerajaan Majapahit, bahkan sampai sekarang Gunung Lawu merupakan tempat yang tak terpisahkan secara spiritual bagi Keratonan Solo. Di sisi lain gunung ini terkenal akan suhu dinginnya lebih dingin diantara gunung-gunung lain di Jawa dan terdapatnya bunga Edelweiss berwarna ungu jika kita beruntung menemukannya.
Setelah 7 jam perjalanan naik turun bus sampailah Tim kecil ini di terminal Tawangmangu Karanganyar, lanjut naik mobil omprengan untuk menuju Base Camp Cemoro Sewu.


Di Cemoro Sewu ngurus ijin masuk yang kena biaya 5000 rupiah per kepala,  istirahat sejenak sambil repacking ulang dan melengkapi logistik seperlunya. Sehabis Dhuhur berangkatlah Tim kecil ini mulai menyusuri jalan setapak di jalur Gunung Lawu jalan dengan gaya santai maklum sudah nafas tua.



Jalur masih cukup landai dengan batuan yang telah tertata dengan rapi, jalanan seperti ini akan kita temui sepanjang jalur pendakian sampai kita tiba di daerah Sendang Drajat. Hutan pinus cukup lebat menemani perjalanan awal, setelah berjalan 60 menit kita akan melintasi ladang penduduk dengan tanaman berbagai macam sayuran. Bila ingin menambah persedian air, terdapat sumber mata air Sendang Panghuripan tempatnya 50 meter ke arah kanan setelah ladang penduduk.


Jalur pendakian sedikit demi sedikit akan semakin menanjak seiring kita memasuki kawasan hutan. Berjalan kembali kurang lebih 30 menit kita bertemu dengan pos 1. Disini terdapat warung yang menyediakan kebutuhan makanan para pendaki. Disinilah keunikan dari gunung lawu kita tidak perlu membawa banyak logistik karena banyaknya terdapat warung sepanjang jalur, dan yang paling terkenal adalah Warung Mbok Yem dekat Argo Dalem.

Beranjak dari pos 1 jalur menanjak curam telah menanti kita. Jalur Cemoro Sewu ini memang cukup berat, jalur berupa tangga tangga batu. Perlahan lahan berjalan kita akan sampai di pos Watu Jago.


Berjalan kembali sekitar 90 menit kita akan sampai di pos 2. Dataran cukup lebar bisa untuk mendirikan tenda dan bermalam tetapi tidak terdapat sumber mata air di pos ini.

Selepas pos 2 jalanan akan semakin menanjak dengan kemiringan yang cukup curam, disini fisik dan kaki benar benar diuji. Berjalan sekitar 60 menit kita akan menjumpai pos 3.


Selepas jalur pos 3, jalanan semakin menjadi jadi dengan tanjakannya, menurut kami ini adalah jalur terberat di jalur cemoro sewu ini,dan membutuhkan waktu sekitar 90 menit. Dan disini terdapat pos 4 yang luasnya sangat sempit tidak cocok untuk ngecamp.



Perlahan lahan berjalan sekitar 30 menit kita akan keluar dari lingkupan hutan yang menandakan akan segera sampai di Pos 5 yaitu Sendang Drajat. Pemandangan lepas nan indah, awan bergulung di bawah kaki kita, kota kota bak mainan kecil di hadapan megah semesta raya. Pos Sendang Drajat adalah salah satu yang bisa kita jadikan tempat untuk mendirikan tenda dan bermalam. Disini terdapat mata air, warung, sebuah goa buatan kecil, dan toilet.

Bermalam di Sendang Drajat kita dapat melanjutkan perjalanan menuju puncak Lawu. Berjalan kurang lebih 60 menit kita akan segera sampai di puncak Lawu dengan nama puncaknya Hargo Dumilah. Ada beberapa jalur untuk menuju Hargo Dumilah, kami melewati jalur sisi barat. Jalur cukup curam dengan kiri kanan pohon cantigi dengan selingan indah bunga edelweiss.

Puncak Lawu atau Puncak Hargo Dumilah dengan ditandai dengan sebuah tugu, disini kita dapat menikmati pemandangan indah. Awan bergulung di bawah bagaikan samudra, Gunung Wilis dan Arjuna terlihat di sisi timur. Gunung Merapi dan Merbabu tampak berdiri gagah di sisi barat.





Setelah puas menikmati pemandangan di puncak kita langsung turun dan istirahat sebentar di Sendang Drajat untuk sarapan pagi dan bongkar tenda. Sejam kemudian kita langsung turun pulang lewat Cemoro Sewu kembali. Perjalanan turun sekitar 3-4 jam itupun dengan jalan santai.

Tiba di Base Camp langsung bersih-bersih badan, makan siang lanjut pulang ke rumah. Tengah malam sampailah di rumah dengan selamat dan badan pegal-pegal kecapaian. 

Selesai.

Semoga bermanfaat