Pada awal perkembangannya, yaitu sekitar abad XIV Lasem memiliki dua pusat kota yang merupakan pusat aktivitas, yaitu keraton sebagai pusat pemerintahan dan Pecinan yang terletak ditepi kali Lasem sebagai pusat perdagangan. Pecinan sebagai kawasan perdagangan juga berfungsi sebagai pemukiman masyarakat Cina. Perkembangan pemukiman masyarakat Cina diikuti dengan pembangunan kelenteng sebagai sarana untuk melakukan ibadah dan pemujaan kepada leluhur dan T’ian, serta untuk aktivitas sosial dan budaya.
Pecinan dan kelenteng adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan masyarakat Cina di Indonesia. Pecinan adalah sebutan untuk kawasan pemukiman masyarakat Cina dengan ciri khas budaya dan tradisi dari negara asal mereka. Kelenteng adalah bangunan untuk peribadatan dan pemujaan dewa-dewi dalam kepercayaan atau agama Tri Dharma (Tao-Konfusius-Budha). Selain sebagai tempat peribadatan, kelenteng berfungsi sebagai media ekspresi untuk menampilkan eksistensi budaya masyarakat Cina.
Jadi secara umum dapat dikatakan bahwa, pada masa awal pembentukan kawasan Pecinan sampai saat ini, identitas/citra kawasan Pecinan adalah kelenteng-kelenteng yang terdapat di kawasan tersebut. Demikian pula sebaliknya, lokasi tempat kelenteng berdiri berada di sekitar pemukiman masyarakat Cina (Pecinan).
Sebutan kelenteng untuk bangunan tempat ibadah masyarakat Cina, sulit ditelusuri asal-usulnya. Sebagian peneliti menyebutkan bahwa, sebutan kelenteng berasal dari bunyi genta kecil maupun besar yang digunakan sebagai perlengkapan peribadatan, yang berbunyi “klinting-klinting” atau “klonteng-klonteng”. Sebagian lagi berpendapat bahwa kelenteng berasal dari kata “Yin Ting” atau “Guan Yin Ting”, yang artinya tempat ibadah Dewi Kwan Im.
Masyarakat Cina di Indonesia umumnya dan di Lasem khususnya, dalam membangun pemukiman dan bangunan-bangunan lain berpegang pada prinsip pengaturan tata ruang yang selaras dengan lingkungan sekitar. Konsep tata ruang dalam tradisi Cina adalah feng shui atau hong shui. Feng adalah angin dan shui adalah air. Jadi pengertian feng shui adalah konsep pengaturan tata ruang yang menyelaraskan kondisi lingkungan dengan aliran udara (angin) dan air yang ada di sekitar kita. Latar belakang penerapan feng shui pada tata ruang kawasan Pecinan dapat kita lihat pada elemen yang terkait dengan struktur alamiah yang sudah terbentuk dan menjadi bagian dari kawasan tersebut seperti sungai, tanah atau lokasi dan elemen-elemen bangunan yang diwakili oleh bangunan rumah tinggal, bangunan toko, bangunan kelenteng dan jalan.
Diperkirakan pada abad XVII aturan-aturan feng shui telah diterapkan untuk mengatur tata letak kelenteng, rumah tinggal maupun ruko (rumah-toko). Kelenteng sebagai tempat pemujaan dewa-dewi memiliki keistimewaan dalam fungsi dan makna. Oleh sebab itu elemen-elemen yang terdapat dalam kelenteng mengandung makna-makna simbolik yang mewakili unsur yin-yang. Ciri yang menonjol pada kelenteng adalah :
- Penggunaan warna merah yang melambangkan kebahagiaan/kegembiraan (berunsur yang), biru/hijau yang melambangkan pertumbuhan dan perkembangan (berunsur yang), putih yang melambangkan kesucian dan kesempurnaan (berunsur yin), kuning melambangkan keseimbangan (berunsur yin-yang) dan hitam melambangkan kemunduran/kehancuran/kematian (berunsur yin).
- Terdapat patung-patung atau lukisan binatang yaitu antara lain burung phoenix merah /burung hong yang melambangkan kebahagiaan/kegembiraan (berunsur yang) serta menunjukkan arah selatan, naga hijau yang melambangkan kekuatan/keperkasaan serta menunjukkan arah timur, kura-kura hitam melambangkan kemuraman/kesedihan dan menunjukkan arah utara, macan putih melambangkan kemapanan/ketenangan/kemandirian dan menunjukkan arah barat.
Hubungan antara simbol warna, arah/posisi dan binatang dapat kita lihat pada tabel di bawah ini :
Binatang
|
Warna
|
Posisi
|
Unsur
|
Kura-Kura Naga Phoenix Ular Macan | Hitam Hijau Merah Kuning Putih | Utara Timur Selatan Pusat Barat | Air Kayu Api Tanah Logam |
Kelenteng di berbagai kawasan Pecinan di Indonesia menjadi land mark atau tengeran dan bahkan dapat menjadi identitas kota, karena kelenteng dibangun dengan aturan dan ciri-ciri khusus yang membedakannya dengan bangunan rumah tinggal masyarakat Cina lainnya.
Bangunan kelenteng dan rumah tinggal di lingkungan komunitas Cina, tidak terkecuali di kota Lasem mengacu pada konfigurasi lingkungan alam sekitar ( letak gunung, perbukitan, sungai dan dataran landai ) seperti berikut:
- Kedudukan arah utara (kura-kura) yang dilambangkan sebagai pelindung harus berupa perbukitan yang kokoh. Bila lokasi kawasan atau bangunan rumah/kelenteng tidak berada pada daerah perbukitan, maka gunung atau bukit dapat digantikan dengan posisi pepohonan atau gedung- gedung bertingkat yang ada di lokasi tersebut.
- Kedudukan arah timur (naga) harus berupa pegunungan yang kokoh dan luas. Pada situasi yang tidak memungkinkan kondisi seperti tersebut di atas, posisi naga harus lebih kokoh atau lebih menonjol dibandingkan posisi macan/harimau, karena naga bersifat yang dan macan bersifat yin.
- Kedudukan arah selatan (burung phoenix) harus berupa tanah yang landai dan luas.
Konfigurasi tata letak bangunan yang baik menurut feng shui dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
Gambar 1 .Tata Letak/Posisi Rumah Yang Baik Menurut Feng Shui |
Gambar 2. Konfigurasi Kawasan Yang Baik Menurut Feng Shui |
Di Lasem terdapat tiga kelenteng yang letaknya berdekatan dengan sungai Lasem yaitu kelenteng Cu An Kiong yang terletak di Jalan Dasun No.19 Lasem, kelenteng Gie Yong Bio, yang terletak di Jl. Babagan No.7 lasem dan kelenteng Poo An Bio, yang terletak di Jl. Karangturi VII/13, Lasem. Melihat nama-nama kelenteng yang mengandung kata Bio dan Kiong, maka dapat disebutkan bahwa kelenteng-kelenteng yang ada di Lasem adalah kelenteng Tao atau Confusius dan kelenteng marga. Kelenteng-kelenteng tersebut juga dibedakan berdasarkan fungsi dan tujuan pendiriannya, yaitu kelenteng umum dan kelenteng marga.
- Dalam kepercayaan masyarakat Cina, air merupakan unsur yang penting. Air dalam pengertian ini adalah air yang terbentuk secara alami, seperti sungai, danau, air laut, air terjun dan sebagainya. Unsur air alami yang ada di sekitar kawasan Pecinan adalah sungai/kali Lasem, yang oleh masyaarkat Cina juga dipercaya mempunyai kaitan dengan feng shui. Dalam konsep feng shui air yang harmonis akan menciptakan energi atau chi yang baik, yang akan membawa keberuntungan pada manusia yang ada di sekitarnya.
- Sungai pada masa itu merupakan sarana transportasi air yang sangat efektif untuk jalur niaga dan distribusi barang dari wilayah pedalaman ke kota dan sebaliknya.. Kawasan di sekitar sungai pada akhirnya menjadi bandar niaga yang ramai dan sebagai hunian komunitas Cina.
Keberadaan kelenteng di Lasem tidak hanya merefleksikan aktivitas spritual dan kepercayaan masyarakat Cina di Lasem, tetapi juga merupakan refleksi seluruh aktivitas budaya, sosial, ekonomi dan politik masyarakat Cina. Dinamika budaya masyarakat Cina di Lasem meninggalkan jejak keindahan yang memperkaya budaya Indonesia secara keseluruhan, baik budaya yang bersifat fisik maupun budaya non fisik.
Sumber : Artikel Dra. Titiek Sulyati, M.T. (Masyarakat Sejarawan Indonesia Cabang Jateng) 2009
test
BalasHapus