Kamis, 20 Maret 2014

Catatan Survivor Mahapala Unej - GN. Semeru, November 2006

"Kita hanya manusia biasa yang tidak bisa melawan alam, dan kita adalah makhluk yang kecil di hadapan Tuhan" - Dian Susanto - (Survivor Semeru, November 2006)

18 November 2006 - Rencana Pendakian Ke Gunung Semeru

Saya, Dian Susanto (biasa dipanggil stempel) ingin berbagi cerita kepada teman yang kadang bertanya tentang perjalanan saya di Gunung Semeru, November 2006 silam. Tanggal 18 November 2006 saya bersama windarto (Metehek) anggota Mahapala D3 FE Universitas Negeri Jember (UNEJ), setelah ujian akhir semester, berencana melakukan pendakian Gunung Semeru.

Pada pendakian ini kami mengajak teman lain yang juga Mahasiswa FE UNEJ yaitu, Fuad Haditya dan Sholeh Hanafi, serta melakukan persiapan bekal kebutuhan dan perlengkapan pendakian Gunung Semeru.

19 November 2006 - Bermalam Di Ranukumbolo

Pagi harinya dengan menggunakan dua sepeda motor, Tim kami start dari Jember menuju Lumajang. Sempat terbesit firasat tidak baik dalam perjalanan, ketika salah satu sepeda motor kami mengalami kerusakan rantai. Namun kami berusaha membuang jauh-jauh firasat tidak baik tersebut.

Tiba di Lumajang kami mampir sebentar ke Pasar Senduro untuk melengkapi perbekalan logistik. Pukul 11 siang, dari Pasar Senduro perjalanan kami lanjutkan kembali menuju ke Ranu Pane. Sepeda motor, kami titipkan di rumah Pak Tumari di Ranu Pane, di sini kami sempat bertemu dengan Rombongan OPA Janagiri Jogjakarta.

Tim kami melewati Jalur Watu Rejeng sementara Tim Janagiri melewati Jalur Ayak-Ayak. Selama perjalanan hari pertama Fuad diare, tapi bisa teratasi dengan minum obat diare. Tiba di Ranukumbolo kami bertemu kembali dengan Tim Janagiri Jogjakarta, kemudian mendirikan tenda dan memasak bekal logistik.

20 November 2006 - Bermalam Di Pos Arcopodo

Perjalanan dilanjutkan dari Ranu Kumbolo ke Kalimati. Setelah ambil air di Sumber Mani, perjalanan kami lanjutkan menuju ke Arcopodo, untuk istirahat dan berkemah di sana.

Malam hari Windarto (Metehek) mengalami sesak nafas (sakit asmanya kambuh). Obat yang disemprotkan ke mulutnya sudah habis. Ketika itu kondisi fisik teman-teman sedang kurang baik, dan diputuskan untuk tidak muncak (summit attact) pada esok hari. Melihat kondisi fisik teman-teman yang sedang drop, saya urungkan niat untuk menuju puncak Mahameru.

Kira-kira jam 3 pagi, rombongan Tim Janagiri yang berkemah di Kalimati rupanya mulai menuju puncak dan melewati tenda kami. Teman-teman dari Janagiri menawarkan bantuan oksigen dan mengajak kami untuk ke Puncak Mahameru. Tim kami dan Tim Janagiri melakukan koordinasi. Tiga teman yang kondisi fisik tidak memungkinkan untuk ke Puncak menunggu di tenda, sedangkan saya dan Tim Janagiri berangkat menuju puncak Mahameru.

21 November 2006 - Hari Kesatu, Masuk Area Blank 75

Sekitar Pukul 5.30 pagi saya mencapai puncak dan berfoto bersama rombongan Janagiri. Satu orang Tim dari Janagiri yang bernama Kolap, karena kondisi fisiknya kurang bagus diantarkan ke tenda kami di Arcopodo.

Saya juga dapat kabar bahwa kondisi Windarto juga sedang kurang baik. Saya putuskan turun ke Arcopodo lebih dulu untuk melihat kondisi teman saya Windarto. Asyiknya turun dengan medan yang lebih ringan daripada menuju ke puncak, menjadikan saya terlalu ke kanan dari jalur pendakian yang menuju ke Cemoro Tunggal, yaitu jalan menuju Arcopodo. Ada banyak pohon cemara, saya teruskan ke bawah mengikuti jalan lahar saya pikir akan tembus ke Arcopodo atau Kalimati. Saya sempat jatuh ke jurang yang dalamnya sekitar 14 meter.

Kaki kiri saya cidera, untuk berjalan terpaksa harus diseret. Dengan kaki kiri yang sakit saya terus berjalan hingga sampailah waktu sore hari. Posisi saya ada di tepi bibir tebing curam dan dalam. Orang-orang menyebutnya BLANK 75, dan saya tersadar bahwa saya sedang tersesat. Nama Blank 75 ialah tempat biasanya ditemukan survivor yang meninggal atau tempat survivor ditemukan selamat di bibir jurang, itu saya ketahui setelah saya berhasil selamat dari lokasi ini.

Saya naiki punggungan agar tidak terseret air saat hujan karena sore itu gerimis, dan saya membuat bivak sekedarnya dari tanaman yang ada di sekitar punggungan. Perlengkapan yang saya bawa hanya tas daypack, kamera, tempat minum dan jaket serta pakaian yang melekat di badan.

Malam hari sangat gelap sampai saya tidak bisa melihat apapun dan tidak bisa membuat perapian karena hujan dan tidak membawa korek. Situasi psikologi seperti tak percaya bahwa saya tersesat, masih berharap ini hanya mimpi. Perasaan campur aduk jadi satu antara cemas, takut akan serangan binatang buas dan sebagainya, dan tak percaya bahwa saya tersesat.

22 November 2006 - Hari Kedua Survival

Pada saat matahari mulai terbit saya berjalan dan mencari puncak yang tinggi untuk mencari jalan keluar dan menghangatkan tubuh dengan cara berjalan. Tak seperti yang dibayangkan, pada saat saya menaiki punggungan yang saya rasa tinggi dan bisa melihat sekeliling, ternyata masih banyak lagi punggungan yang lebih tinggi dan banyak jurang di sekitarnya.

Siang hari kepala saya rasanya pusing rupanya karena sudah dua hari saya tidak makan. Sesuai ilmu diklatsar survival yang saya pelajari di MAHAPALA mengenai ciri tumbuhan yang bisa dimakan. Survival saya lakukan dengan mencari daun yang bisa dimakan dan tersedia di sana. Awalnya sempat muntah karena perut tidak terbiasa.

Selama perjalanan saya juga memakan bunga anggrek dan buah murbei yang saya jumpai di punggungan gunungan atau pinggir jurang. Untuk memperoleh air saya gali di pasir bekas hujan semalam, diendapkan airnya dan saya masukkan ke tempat air minum.

Sampai sore hari saya belum menemukan jalan keluar, hujan mulai deras sementara saya ada di pinggir jalan lahar, saya perhatikan air semakin tinggi dan terjadi longsor, lalu saya cari tempat yang agak tinggi. Tidak sempat membuat bivak, saya tidur melingkar di pohon besar agar tidak jatuh ke jalan lahar dan "disapu" oleh air dari atas.

Malam hari saya berfikir. Saya pernah melihat peta countur Semeru, bahwa di sebelah Timur ada tempat yang landai dan biasanya di sanalah letak perkampungan. Saya putuskan bahwa besok saya harus ke arah Timur dengan panduan “kompas alam” yaitu matahari.

23 November 2006 - Hari ketiga Survival

Pagi hari setelah melihat sinar matahari saya langsung berangkat berjalan ke arah Timur. Menaiki punggungan yang kadang terjal dan terjatuh saat berpegangan semak-semak yang tidak terlalu kuat, atau terjatuh terguling-guling terpeleset saat menuruni jurang. Uniknya ada suatu lokasi yang datar, setelah saya injak saya terjatuh ke dalam, rupanya dataran tersebut adalah anyaman alami dari akar-akar pohon.

Siang hari saya melewati celah pepohonan dan ada lubang yang dalam diantara pohon tersebut, sepertinya jika terjatuh kesana sulit untuk bisa selamat karena lubang vertical yang sangat dalam. Selama perjalanan saya tetap makan dedaunan yang bisa untuk dimakan, mengambil air dari ceruk-ceruk di bebatuan sisa air hujan semalam. Sampai pada sore hari, saya menggali tanah di lereng di bawah akar pohon besar untuk saya gunakan tidur.

Pada malam ketiga terdengar suara dentuman beberapa kali, sepertinya semeru sedang aktif, karena pada malam sebelumnya tidak terdengar suara sekeras itu. Hal paling berat selama saya tersesat adalah pada saat hari mulai gelap. Malam serasa sangat panjang keadaan jiwa merasa gak nyaman. Entah, kalau saya bikin api apakah perasaan itu sedikit reda.

Sayangnya hampir setiap malam turun gerimis atau hujan yang agak deras, minus bekal korek api. Menurut pikiran saya, jika dipaksakan membuat api dengan kondisi kayu yang basah dan tidak berhasil, hanya akan menguras tenaga dan melemahkan mental saya. Ini hanya pemikiran saya pribadi dan mungkin bertentangan dengan prinsip survival.

24 November 2006 - Hari keempat, Survival

Masih tetap sendiri menuju ke arah Timur. Sempat putus asa juga karena seperti dikepung oleh bukit-bukit yang tak ada ujung jalan keluarnya. Saya menghibur diri dengan cara bernyanyi dan berusaha berbicara dengan diri saya sendiri. Serta menciptakan teman yang fiktif untuk diajak berbicara, agar kejiwaan dan semangat tetap terjaga.

Sekitar punggungan gunung saya sempat melihat kotoran binatang yang besar, saya pikir itu adalah kotoran binatang buas dan saya cepat berlari untuk menghindari hal yang tidak diinginkan. Cukup berat untuk melewati hutan yang mungkin belum pernah dilewati manusia. Vegetasinya sangat rapat sehingga sulit sekali untuk dilewati, dan saya tidak membawa pisau tebas untuk membuka jalan.

Menjelang malam saya melihat ada bekas potongan pohon, hati sangat gembira sekali seperti ada harapan untuk jalan keluar. Di sekitar tempat itu tidak nampak ada jalan, malam pun tiba. Saya bangun bivak dari bekas potongan kayu-kayu di tempat tersebut. Sepanjang malam saya berdoa agar esok bisa menemukan jalan keluar, karena saya yakin bekas potongan kayu ini menandakan pernah ada orang yang ke sini.

25 November - Hari kelima, Bertemu Pencari Rotan

Pagi hari saya sangat senang karena setelah mencari di sekitar potongan pohon. Ada "jalan tikus" (jalur setapak) menuju arah barat hingga mentok jalannya buntu, berbalik arah ke timur saya ikuti jalan ini terus sampai saya lelah dan beristirahat sejenak.

Kaget rasanya setelah sekian hari untuk pertama kalinya bertemu dengan manusia, orang tersebut adalah Pak Suwadi dan Pak Tamin yang sedang mencari rotan di hutan. Pak Tamin dan Pak Suwadi mengatakan, jika terus mengikuti jalan tikus ini, akan sampai di hutan bambu dan perkampungan.

Saya tidak mau mengambil resiko dan menunggu dua orang itu menyelesaikan pekerjaan mencari rotan. Esok hari baru mereka turun dan saya tidur di gubuk mereka di dalam hutan. Perut sudah lumayan terisi, tidak lupa juga air gula hangat yang diberikan oleh mereka.

Pak Suwadi dan Pak Tamin sudah mendapat rotan yang dicari. Mereka turun lewat hutan bambu dan saya mengikuti dari belakang. Sehingga sampai di sungai kampung Sumbermujur, Desa Candipuro. Melihat air sungai sangat jernih, saya langsung meminumnya. Beberapa hari kemarin saya hanya minum air keruh bercampur pasir.

26 November 2006 - Hari Keenam, Tiba Di Perkampungan Penduduk

Seorang pria (Pak Tohari) yang akan mandi di sungai, bertanya saya mau kemana, kok bawa tas dan memakai sepatu dengan celana yang sudah sobek compang camping di beberapa bagian. Rupanya hal yang tak lazim di kampung. Saya jawab bahwa saya mengalami tersesat di Gunung Semeru.

Pak Tohari bertanya, apakah saya yang diberitakan hilang di koran, televisi dan radio. Saya jawab tidak tahu karena selama saya hilang saya tidak tahu keadaan di luar. Beliau membawa saya ke rumah-nya, entah siapa yang memberi kabar, di sana sudah banyak warga.

Setelah mandi di sungai saya diberi pakaian ganti, makan, dan minum. Diberi Pinjaman HP dan Menghubungi Sekretariat Mahapala. Teman-teman di sekretariat tidak percaya bahwa yang menelepon itu adalah saya, mereka minta info ciri-ciri pakaian yang saya kenakan pada saat hilang di gunung. Setelah mereka percaya dengan ciri-ciri pakaian yang terakhir saya gunakan, kemudian mereka menghubungi tim SAR yang ada di Semeru. Saya dijemput oleh Tim SAR gabungan Lumajang dari Desa Candipuro untuk dibawa ke RSUD Lumajang.

Dari RSUD Lumajang kemudian menuju ke sekretariat PA32 dan kembali lagi di Ranupane. Tiba di Ranupane saya bertemu teman-teman SAR Kabupaten Lumajang, SAR TNBTS, SAR OPA dan teman lainnya yang tidak bisa saya sebut satu persatu.

Saya berterimakasih sekali kepada teman-teman yang sudah meluangkan waktunya untuk menjadi TIM SAR.
- Selesai -

Diteruskan kembali dari catatan Dian Susanto - MHPLNIA 0520363

Share dengan sesama Penggiat Alam Bebas, semoga bermanfaat, Jabat salam Topi Rimba!