Sabtu, 03 November 2012

Melacak Warisan Budaya Cina Di Lasem (3)

Kampung Pecinan Lasem

Masyarakat Cina di Indonesia pada umumnya dan masyarakat Cina di Lasem khususnya, telah sangat lama berinteraksi dengan masyarakat setempat. Interaksi dua budaya ini menimbulkan dampak yang luas yaitu telah terjadi percampuran atau asimilasi budaya yang cukup komplek. Salah satu dampak dari asimilasi budaya ini adalah bahwa masyarakat Cina terbagi dalam dua kelompok yaitu :
  • Cina Totok
Cina totok adalah orang Cina asli yang datang ke Indonesia sejak awal. Mereka menikah dengan wanita yang berasal dari negerinya (Cina asli). Meraka belum beradaptasi dengan budaya setempat dan masih melakukan tradisi serta kebiasaan dari negeri asalnya. Cina peranakan adalah orang Cina yang lahir dari perkawinan antara orang Cina (biasanya laki-laki) dengan penduduk setempat. Mereka sudah melakukan kebiasaan dan tradisi setempat dan menguasai bahasa setempat dengan baik serta menenpuh pendidikan di sekolah-sekolah Barat atau sekolah umum. Cina totok menempuh pendidikan di sekolah-sekolah Cina yang didirikan khusus untuk mendidik masyarakat Cina dengan pendidikan model Cina.  
Golongan Cina totok yang merupakan pendatang dari Cina sejak awal, bermukim di pusat-pusat kota dalam kelompok rumah deret yang juga dijadikan sebagai tempat usaha. Dalam lingkungan masyarakat dan keluarga golongan Cina totok masih mengikuti pola tata masyarakat dan keluarga yang berakar dari negara asalnya. Ajaran Konfusius dan Tao secara tegas dilaksanakan untuk mengatur hubungan keluarga dan hubungan-hubungan sosial lainnya. 
Sistim kekerabatan dalam keluarga Cina totok adalah patrilineal. Dengan demikian kedudukan anak laki-laki menjadi sangat penting karena mereka sebagai penerus garis keturunan keluarga. Perlakuan terhadap anak-laki dan anak perempuan dalam keluarga Cina totok sangat berbeda. Anak perempuan dituntut berperilaku pasif, diam, lembut, penurut, melayani. Dalam usia dini anak perempuan sudah diperlakukan sebagai pihak yang harus tunduk pada tradisi. Suatu contoh adalah bahwa anak perempuan sejak kecil sudah diikat atau dibebat telapak kakinya agar tidak membesar kakinya. Kaki yang kecil oleh masyarakat Cina dianggap sebagai bentuk kaki yang indah dan dengan bentuk kaki yang kecil ini anak perempuan berjalan pelan dan lemah gemulai. Demi mencapai hal yang dianggap indah, kesakitan dan penyikasaan dalam waktu lama harus dialami wanita. Keindahan lahiriah diperlukan sebagai upaya untuk menyenangkan dan memuaskan para lelaki. Hal ini berbeda dengan laki-laki yang apapun keadaan dirinya, selalu diterima oleh perempuan sebagai anugerah. 
Ketika anak perempuan menginjak usia remaja, gerak dan aktivitasnya di luar rumah mulai dibatasi. Aktivitas perempuan Cina dari golongan masyarakat Cina totok terbatas pada aktivitas di lingkungan rumah tangga dan keluarga. Dengan demikian pendidikan yang diberikan kepada mereka adalah pendidikan yang terkait dengan ketrampilan mengurus rumah tangga dan pendidikan anak. Pada jaman dahulu aktivitas yang berkaitan dengan upaya pencarian nafkah hanya dilakukan oleh para suami. Saat ini di lingkungan masyarakat Cina Totok, aktivitas ekonomi juga dilakukan para istri dan anak-anak perempuan tetapi terbatas pada aktivitas ekonomi yang dilakukan dalam rumah tangga. Aktivitas ekonomi yang dilakukan perempuan Cina menghasilkan/membuat barang-barang yang berkaitan dengan dunia perempuan, seperti makanan/minuman, barang kerajinan, pakaian dan lain sebagainya. 
Pada jaman dahulu hak untuk memilih dan menentukan teman hidup bagi perempuan Cina yang telah memasuki usia matang sangat terbatas. Perjodohan dan pernikahan diatur oleh orang tua kedua belah pihak. Sering terjadi kedua mempelai bertemu dan saling kenal pada saat pernikahan. Saat ini boleh dikatakan sangat jarang perkawinan dan perjodohan yang diatur oleh orang tua. 
Perempuan Cina setelah menikah harus tunduk, patuh dan setia kepada suami dan keluarga besarnya. Ia harus tinggal bersama dalam satu rumah dengan keluarga suami. Dalam aktivitas keluarga besar suami, perempuan Cina bertugas melayani seluruh anggota keluarga besar dan menjaga harmoni hubungan antaranggota keluarga. Kedudukan perempuan Cina dalam keluarga juga sangat lemah. Ia dapat saja diceraikan atau dimadu oleh suaminya karena tidak dapat melahirkan anak laki-laki yang menjadi penerus keluarga. 
Dalam keluarga Cina totok terjadi ketidakadilan dalam pembagian waris. Warisan hanya diberikan kepada anak laki-laki. Anak perempuan tidak mendapat warisan karena setelah menikah ia akan mengikuti dan masuk dalam keluarga suaminya.  Demikian juga dalam tradisi merawat abu jenasah leluhur serta melakukan sembayang pemujaan, hanya menjadi kewajiban anak laki-laki, terutama anak laki-laki tertua.
  • Cina Peranakan 
Masyarakat Cina peranakan merupakan masyarakat Cina moderat, karena pergaulannya dengan masyarakat yang lebih heterogen dan banyak dari mereka yang telah menempuh pendidikan barat. Masyarakat Cina peranakan walaupun masih memegang teguh sistim kekerabatan patrilineal, tetapi mereka memandang kedudukan anak perempuan sama pentingnya dengan anak laki-laki. Dengan demikian tidak ada perlakuan istimewa untuk anak laki-laki. Kemungkinan terjadinya perceraian karena istri tidak dapat melahirkan anak laki-laki sangat kecil. 
Anak perempuan juga mendapat hak untuk mengenyam pendidikan seperti anak laki-laki. Banyak anak-anak perempuan Cina peranakan yang menempuh pendidikan barat. Pendidikan telah merubah kedudukan perempuan Cina yang semula terkungkung dan tidak dihargai menjadi perempuan yang sangat potensial dan maju. Pendidikan membawa dampak pada lingkungan masyarakat Cina peranakan yaitu bahwa kekuasaan politik, ekonomi dan sosial terbagi rata antara laki-laki dan perempuan. Tradisi pingitan dan pemilihan jodoh oleh orang tua tidak berlaku lagi di lingkungan masyarakat Cina peranakan. Perempuan Cina di lingkungan masyarakat Cina peranakan dapat menentukan sendiri teman hidupnya dan setelah menikah ia dapat menentukan tempat tinggalnya sendiri. Ia dapat tinggal di rumah suaminya (patrilokal), di rumah keluarganya sendiri (matrilokal) atau di rumah pribadi (neolokal).
Dalam hal hak waris, anak perempuan mendapat hak waris sama besarnya seperti anak laki-laki. Demikian juga dalam hal merawat abu jenasah leluhur dan pelaksanaan pemujaan leluhur, anak perempuan juga diberi hak dan kesempatan.  
Sikap demokratis dalam keluarga Cina peranakan sangat menonjol. Tidak ada pembagian yang tegas dalam tugas yang harus ditangani laki-laki atau perempuan. Laki-laki (ayah) dapat melakukan tugas-tugas domestik yang meliputi tugas kerumahtanggaan dan perempuan (ibu) dapat melakukan tugas-tugas di luar rumah. Yang lebih diutamakan dalam keluarga adalah keharmonisan lahir dan batin.  
Secara umum di Lasem saat ini tidak tampak perbedaan yang terlalu menyolok antara golongan masyarakat Cina totok dan Cina peranakan. Hal ini dapat dimaklumi karena setelah sekian abad menetap di Indonesai maka keturunan masyarakat Cina totok sudah berasimilasi dengan masyarakat setempat dan kehidupannya tidak ekslusif lagi. 
Keberhasilan di bidang ekonomi dan perdagangan yang dilakukan oleh orang-orang Cina dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu antara lain etos kerja yang dipengaruhi oleh kepercayaan yang sudah berakar dalam kehidupan masyarakar Cina, kebijakan pemerintah Belanda pada jaman penjajahan, kebijakan pemerintah Indonesia pada jaman setelah kemerdekaan dan kondisi lingkungan setempat.

Etos kerja yang hidup dalam lingkungan masyarakat Cina dipengaruhi oleh kepercayaan Confucius. Ajaran Confucius menyebutkan bahwa realitas kehidupan di dunia harus benar-benar dilaksanakan dan diamalkan sehingga akan tercipta hubungan yang harmonis, adil, yang akan membawa masyarakat pada kehidupan yang ideal. Ajaran Confucius menekankan penghormatan kepada keluarga, terutama kepada orang tua dan nenek moyang. Bila dalam setiap keluarga terjadi hubungan yang harmonis, maka dapat diharapkan kehidupan masyarakat luas juga akan tenteram dan damai. Bakti dan penghormatan kepada orang tua dan keluarga dihubungkan dengan upaya untuk mensejahterakan seluruh keluarga, yang harus dilakukan melalui kerja keras. Bakti dan penghormaran anak kepada orang tua salah satunya diwujudkan dengan prestasi kerja/karya yang baik. Dengan demikian kita melihat bahwa ada hubungan antara ajaran Confucius dengan keluarga dan kerja, yang dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 3. Hubungan Antara Ajaran Confusius, Kerja dan Keluarga

Kerja keras bagi masyarakat Cina identik dengan upaya untuk membahagiakan orang tua dan leluhur, yang balasannya adalah pahala dan kesejahteran abadi di akherat kelak. Selain itu ajaran Confucius juga mengajarkan kesederhanaan, sikap hemat, disiplin, tekun dan teliti, yang kesemuanya sangat menunjang keberhasilan usaha perdagangan yang dilakukan oleh orang-orang Cina di Indonesia.

Kemajuan dan keberhasilan usaha perdagangan yang dilakukan oleh orang-orang Cina ditunjang oleh kebijakan pemerintah Hindia Belanda yang memberi mereka peran sebagai pedagang perantara dan status sebagai warga Timur Asing yang kedudukannya lebih tinggi dari status pribumi. Pada perkembangan selanjutnya orang-orang Cina diberi peran yang cukup besar dalam kegiatan eksport dan perdagangan dalam negeri. Kebijakan dari pemerintah Hindia Belanda ini mengakibatkan orang-orang Cina lebih siap dalam persaingan perdagangan ketika pemerintah Hindia Belanda meninggalkan Indonesia. Pemberian status sebagai warga Timur Asing berdampak pada sikap superior dan ekslusif orang-orang Cina, sehingga dalam aktivitas ekonomipun mereka membentuk jaringan antar sesama warga Cina.

Selain itu bisnis yang dilakukan oleh orang-orang Cina mempunyai ciri khas, yaitu sebagian besar bisnis mereka adalah bisnis keluarga, yang modalnya hanya berputar di antara keluarga dan keteurunan-keturunannya. Pihak-pihak di luar keluarga dan di luar kelompok masyarakat Cina sangat sulit masuk dalam bisnis yang dikelola oleh orang-orang Cina ini. Bisnis yang demikian ini merupakan benteng keluarga dalam upaya melindungi diri dari serangan atau intervensi pihak-pihak luar.

Walaupun sesungguhnya keberadaan masyarakat Cina di Lasem sudah sangat lama, tetapi perjuangan mereka dalam menempatkan diri sebagai bagian dari masyarakat Indoseia masih terus berlangsung. Budaya masyarakat Cina yang beraneka warna menjadi sumbangan besar bagi pengembangan budaya Indonesia. Pemahaman mendalam terhadap golongan masyarakat Cina perlu diupayakan terus menerus sebagai upaya untuk menciptakan persatuan dan kesatuan di bumi Indonesia.

Perbedaan budaya hendaknya dimaknai sebagai keanekaragaman dan kekayaan dari budaya Indonesia secara keseluruhan, bukan sebagai sumber konflik atau faktor pemisah antara masyarakat Cina dengan masyarakat Indonesia, sebab bagaimanapun masyarakat Cina adalah bagian dari masyarakat Indonesia yang mempunyai peran di bidang sosial budaya, ekonomi dan politik.

Potensi masyarakat Cina Lasem di bidang sosial budaya, ekonomi hendaknya digali dan dikembangkan untuk tujuan pendidikan, pelestarian budaya, peningkatan pendapatan, yang kesemuanya akan menjadi aset daerah dalam pengertian yang luas.

Selesai

Sumber : Artikel Dra. Titiek Sulyati, M.T. (Masyarakat Sejarawan Indonesia Cabang Jateng) 2009